The 4th Debate in International Relations’s Theories and Post – Positivist Critique

         Dewasa ini, ilmu ilmu sosial mulai berkembang secara dinamis dan gradual dengan mengikuti perkembangan zaman yang visioner, tidak terkecuali pionir Ilmu Hubungan Internasional sebagai salah satu disiplin ilmu sosial yang baru “mulai” bergerak untuk “mempercantik diri”, berkembang, dan menunjukkan esensinya sebagai salah satu disiplin ilmu sosial yang dapat berdiri sendiri diantara ilmu ilmu sosial lainnya. Secara historis, munculnya Ilmu Hubungan Internasional sebagai salah satu kajian akademisi barat, tidak luput dari sejarah Perang Dunia 1, Perang Dunia II hingga Perang Dingin. ilmu ini “melihat” dan mencoba untuk menjawab peristiwa apa yang terjadi pada saat itu dan dapat dikatakan sebagai salah satu ilmu yang dapat diklarifikasikan ilmunya secara scientific dan empiris oleh para kajian studi hubungan internasional saat itu
          Disamping itu, ilmu sosial tidak terlepas dengan teori, “kacamata” dalam menjawab fenomena sosial yang terjadi. Kajian Studi Hubungan Internasional berkembang pesat Pasca Perang Dunia II. Dilihat dari segi metodologis,,ilmu ini dapat dilakukan secara empiris sama halnya dengan ilmu ilmu alam melalui teori yang objektif dalam menjawab fenomena permasalahan yang terjadi pada saat itu [positivitik] bahwa negara sebagai salah satu aktor utama dapat dijelaskan dan dijabarkan secara materil akan tindakannya terhadap negara satu dengan negara lainnya. 

       Awalnya, positivisme berkaitan dengan metode dan epistemologi ilmu ilmu alam yang dibuktikan keilmiahanya (scientific), kemudian mencoba untuk ditiru oleh ilmu ilmu sosial. Termasuk perkembangan Studi Hubungan Internasional mencoba untuk menjadikan studi ini menjadi ilmu sosial yang mandiri dan berdiri sendiri dengan melalui proses secara gradual bahkan dikenal dengan istilah The Great Debates. Secara kronologis perkembangan Studi Hubungan Internasional dilakukan melalui teori teorinya (perdebatan) yang dicoba untuk menjawab fenomena sosial yang terjadi pada saat itu secara positivistik (Perang Dunia 1, Perang Dunia 2, dan Perang Dingin). 

          First Debate terjadi pada tahun 1930 dan 1940  membahas dua paradigma besar, yaitu idealisme dan realisme.1 Second Debate terjadi pada tahun 1950 dan 1960 tentang meningkatnya kajian kajian ilmiah di dalam ilmu ilmu sosial, mempengaruhi kajian Hubungan Internasional (pertentangan antara kaum behavioris dan kaum tradisional tentang suatu pendekatan historis kelembagaan).
       The Second Debate, mempertanyakan tentang Studi Hubungan Internasional, yaitu pola penelitian dalam Hubungan Internasional (How IR to do research in IR?) 3 mencoba untuk menjawab pertanyaan : bagaimana teori teori Hubungan Internasional diteorisasikan secara saintifik? (How IR's theories theorise scientifically?) . 4  
            Pada tahun 1970, munculnya Inter-Paradigm Debate memperdebatkan antar paradigma, yaitu realisme, pluralisme, dan globalisme.5 Ketiga paradigma ini lebih dikenal dengan istilah Third Debate. Kehadiran Fourth Debate sebagai salah satu revitalisasi terhadap Third Debate, rasa skeptis terhadap positivistik akan teori teori hubungan internasional secara saintifik mulai tidak relevan dengan kenyataan saat ini, ilmu sosial tidak dapat dijadikan ilmu yang memiliki nilai rigid seperti halnya ilmu ilmu alam. Terjadinya Fourth Debate karena adanya paham dari kelompok post-positivis diwakili dengan teori kritis, feminisme, poststrukturalisme, postkolonialisme, konstruktivisme, dan green politics. 
       Kelompok post-positivis mempertanyakan reliabilitasnya akan teori ilmu sosial [hubungan internasional] terhadap saat ini bahwa teori hubungan internasional secara positivis tidak dapat menjawab relevansi fenomena saat ini terutama dalam hal penelitian terhadap ilmu sosial itu bebas nilai dan tidak rigid yang berbeda dengan ilmu alam. Secara positivistik, teori berfungsi sebagai penjelas (explanation) berbeda dengan post positivistik, bahwa teori bersifat konstitutif karena bebas nilai serta menjelaskandan menjawab fenomena sosial yang dinamis saat ini. 6 
           Munculnya kritik post positivisme (Fourth Debate) dalam menjawab kelemahan positivisme karena tidak relevansnya ilmu sosial (terutama teori) jika disamakan dengan ilmu alam yang dilihat secara objektif, ilmiah, dan memiliki nilai. Dilihat dari segi epistemologi, kelemahan terhadap Studi Hubungan Internasional yang terlalu bersandar akan pemahaman “ilmu pengetahuan” yang berasal dari positivisme dan terlalu objektif.7 Sedangkan, dari segi ontologis, bahwa Studi Hubungan Internasional pada positivisme terlalu mainstream “perang yang adil dan tidak adil”, “intervensi kemanusiaan”, “moral internasional” dan “keadilan distibutif” “tidak menjawab” fenomena sosial saat ini.8
             Dari segi “politik keilmuan”, bahwa Studi Hubungan Internasional konvensional harus dan dapat berdiri sendiri, terpisah dari bidang studi lainnya terutama dibuktikan dengan eksistensi tiga paradigma utama (core), yaitu realisme, liberalisme, dan pluralisme menjadikan bukti bahwa Studi Hubungan Internasional sebagai suatu disiplin ilmu.9 Segi kultural, Studi Hubungan Internasional selama ini dipengaruhi oleh kultural Amerika Serikat sehingga perlu adanya sehingga perlu adanya “perluasan” dan “rekonseptualisasi” lagi akan esensi Studi Hubungan Internasional.10

      Esensi dari Fourth Debate sebagai revitalisasi terhadap Third Debate dan mengkonseptualisasikan kembali teori teori hubungan internasional secara kondisional hakikatnya teori teori hubungan internasional pada pasca Perang Dunia 2, ilmu sosial terlalu banyak dipengaruhi oleh positivisme dan kembali dipertanyakan kembali dalam menjawab fenomena sosial yang terjadi saat ini [tidak relevans] mengingat ilmu sosial adalah ilmu yang dinamis dan tidak dapat diukur secara pasti (certaintity) derajat kepastiannya secara ilmiah dan objektif. Kehadiran post positivistik dalam memperdebatkan terhadap positvisme tentang teori hubungan internasional saat ini perlu direlevansikan dengan realita  saat ini dengan diwakilinya, post modenirme, feminisme, post kolonialisme, Critical Theory, teori normatif, konstruktivisme dan green politics.

Referensi 
Hadi, Shaummil. 2008. Third Debate dan Kritik Positivisme Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : Jalasutra 
Olivia, Yessi. 2012. Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Jurnal Transnasional 3(2): 1 27. Sukma, Rizal. 1995. Hubungan Internasional Dekade 1990-an : Hegemoni, Dekonstruksi, dan Agenda, Jurnal Ilmu Politik. (15): 3-20.















Comments

Popular Posts