Ekonomi Politik Pembangunan Internasional
Keberadaan negara sebagai policymaker dan decision
making process merupakan aktor utama dalam kajian Ilmu Hubungan
Internasional tradisional tidak terlepas dengan adanya globalisasi dewasa ini. Globalisasi
merupakan salah satu bentuk
interdependensi antara negara satu dengan negara lain. Bahkan peran dari negara
saat ini mulai minim seiring dengan adanya globalisasi informasi dan teknologi
yang membuat batas – batas kedaulatan negara semakin pudar dengan hadirnya Transnationl Corporations (TNC), Multinational Corporations (MNC) dan Non-Governmental Organization (NGO).
Ekonomi bagi negara sebagai salah satu tulang punggung
kehidupan negara tidak terlepas dari politik terutama dalam hal pembuatan
kebijakan dan hubungan interdependensi. Keberhasilan ekonomi di suatu negara
dapat diperbandingkan dengan negara lain melalui ukuran pendapatan per kapita
negara bahkan parameter Gross Domestic
Product (GDP) yang merupakan hasil bruto secara makro bagi negara dalam
menentukan keberhasilan atau tidaknya kebijakan ekonomi politik yang
dijalankan. Parameter Gross Domestic
Product (GDP) berkaitan erat dengan aktifitas ekonomi makro dan mikro di
suatu negara terutama dalam hal free
trade integral dari kegiatan ekspor dan impor yang dihasilkan oleh negara
dalam berhubungan dengan negara lain dengan berdasarkan teori keunggulan
komparatifnya David Ricardo.
Keberhasilan ekonomi negara tidak terlepas dari
kebijakan pembangunan ekonomi yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah bagi tumpuan
hidup negara secara mendasar. Melalui globalisasi ekonomi saat ini, menciptakan
adanya gap antara North dan South.
Globalisasi tidak selalu dirasa sebagai suatu kebaikan bersama global tetapi
terdapat berbagai macam kepentingan dibalik globalisasi ekonomi. Adanya gap antara North dan South merupakan
bentuk dari hasil konstruksi sosial dari pemikiran dunia barat. Bahwa North identik dengan negara – negara
ekonomi maju yang memiliki hard currency
dan mengatur pengendalian pasar internasional.
Terciptanya gap antara Noth and South ini
membuat adanya eksploitasi yang membentuk adanya post kolonialisme dan bentuk baru
dari neo-imperialisme bagi negara – negara maju terhadap negara-negara yang
berkembang dan miskin. Keberadaan pembangunan yang dirasa memiliki manfaat
dengan mengurangi jumlah kemiskinan, menaikan standar hidup, dan status yang
lebih baik sekaan terdistorsi dengan adanya konstruksi sosial dari keberadaan
negara – negara maju terhadap negara – negara yang berkembang dan miskin.
Parameter ekonomi yang dijadikan negara termasuk kategori
dalam negara – negara berkembang dilihat dari jumlah kemiskinan yang meningkat
dan memiliki pendapatan kurang dari $2 per harinya, ketimpangan pendapatan dan
terdapat kelas menengah, kualitas pendidikan yang minim, kualitas kesehatan
yang buruk, adanya penyakit kelaparan, peningkatan jumlah angka kematian,
minimnya infrastuktur, sistem pemerintahan yang buruk, dan adanya
ketergantungan terhadap bantuan kemanusiaan dan bantuan luar negeri (foreign aid).[1]
Esensi dari pembangunan seakan terdistorsi melalui gap dari North dan South. Adanya Washington Consensus sebagai salah satu “obat”
ekonomi bagi penyakit – penyakit negara yang sedang dan belum dapat
menyembuhkan permasalahan ekonominya. Hadirnya Washington Consensus menciptakan institusi-institusi ekonomi
internasional seperti The Internasional
Monetary Fund (IMF), The World Bank, dan
The General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) di tahun 1980 terutama dalam mengintervensi ekonomi yang
“sakit” di Kawasan Amerika Latin. Negara – negara seakan “terperdaya” dengan
adanya institusi ekonomi internasional sebagai salah satu solusi dalam
mengatasi berbagai macam penyakit ekonomi yang melanda dengan ikut bergabung
keanggotaan. Keberadaan institusi ekonomi internasional seperti The Internasional Monetary Fund (IMF)
sebagai institusi donor dan debitur terhadap negara – negara berkembang dan
miskin merupakan solusi ekonomi terbaik. Akan tetapi dibalik bantuan yang
diberikan oleh The Internasional Monetary
Fund (IMF) ada kepentingan yang tersembunyi melalui kebijakan yang
diterapkan bagi negara – negara yang telah menjadi anggota yaitu dengan
mendevaluasi mata uang, menaikan tingkat suku bunga, memprivatisasi industri – industri
dalam negeri, memotong anggaran program kesejahteraan sosial dan mengadopsi
kebijakan free trade.[2]
Terdapat empat perspektif utama dalam “melihat”
tingkah laku negara terhadap kebijakan ekonomi pembangunan yang diterapkan
yaitu Perspektif Liberal Ekonomi, Perspektif Strukturalis, Perspektif Merchantilist
dan Self Reliance. Perspektif Liberal
Ekonomi bahwa negara sebagai salah satu aktor utama yang mengedepankan
pembangunan ekonomi dengan keterbukaan dan keberadaan Foreign Direct Investment (FDI) dan Multinational Corporations (MNC) sebagai salah satu bentuk
pembangunan ekonomi di suatu negara yang berupa modal yang didapatkan, lowongan
pekerjaan, pendapatan dari ekspor dan teknologi di negara – negara yang kurang
berkembang (Less Developed Countries).
Disamping itu, terdapat kompetisi global bagi pemerintah – pemerintah di
seluruh dunia dalam mendapatkan investasi asing. Mengedepankan Trade sebagai engine to growth bagi ekonomi – ekonomi negara – negara berkembang
dalam mengekspor sumber daya alamnya yang berupa komoditas pertanian untuk
diolah oleh manufaktur menjadi barang jadi oleh pihak luar. [3]
Berbeda dengan Perspektif Strukturalis dalam melihat
pembangunan ekonomi bagi negara sebagai salah satu aktor utama. Perspektif
Strukturalis “melihat” adanya bentuk dominasi dari liberalisme ekonomi dengan terciptanya
gap The North dan The South. Perspektif Strukturalis mengedepankan Less Developed Countries (LDC) berfokus
terhadap penutupan ekonomi (autarchy terhadap
perdagangan internasional), menolak penerimaan bantuan internasonal (yang dapat
menyebabkan ketergantungan), dan menasionalisasikan industri – industri Transnational Corporations (TNC) lokal.
Dari segi impor, Less Developed Countries
(LDC) perlu mengedepankan adanya import-substitutions
policies (berupa tarif terhadap impor dan mensubsidi bagi industri –
industri lokal), melindungi para produsen lokal dan membatasi impor yang mahal.[4]
Dilihat dari sisi Perspektif Merchantilis, negara juga
sebagai salah satu aktor utama dalam dianalisis melakui ekonomi politik
pembangunan internasional. Merchantilis mengedepankan negara dalam hal
pentingnya negara mlakukan perdagangan internasional sebagai bentuk strategi
dan juga pembangunan nasional. Negara juga memiliki wewenang dalam hal strategi
perdagangan agar kondusif dan mempromosikan pembangunan ekonominya. Disamping
itu, Merchantilis juga mengedepankan the
export-oriented approach sebagai salah satu bentuk kombinasi dari
liberalisme ekonomi untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara. Bentuk
dari the export-oriented approach berkaitan
dengan teori keunggulan komparatif David Ricardo dalam menyeleksi berbagai
sektor yang dirasa dapat memproduksi hasil yang maksimal dengan biaya produksi
yang minimal dalam mengekspor komoditi hasil produksinya untuk diekspor.
Intervensi negara memainkan peran strategi dalam the export-oriented approach ini dengan memilih komoditas barang –
barang impor, memilih industri domestik manufaktur yang ditargetkan dengan pemberian
intensif sebagai bentuk stimulasi produksi untuk dapat mengekspor sesuai
strategi ekspor yang dijalankan. Mendevaluasikan mata uangnya agar dapat
berkompetisi secara kompetitif di pasar internasional dan mengimpor sedikit
untuk konsumen domestik.[5]
Berbeda dengan Self-Reliance,
Self-Reliance melihat bahwa kebijakan
dari The World Bank dan The Internaional Monetary Fund (IMF)
tidak dapat membantu pertumbuhan ekonomi negara – negara yang kurang berkembang.
Negara – negara yang kurang berkembang dalam mengatasi pembangunan ekonomi hanya
dapat dilakukan melalui strategi pembagunan nasional negaranya. Kebijakan mikrokredit
adalah pandangan dari Self-Reliance,
bahwa negara memberikan pinjaman terhadap masyarakat untuk menggerakan perekonomian
mikro dari masalah kemiskinan. Mikrokredit adalah salah satu bentuk dari trickle-up approach bagi pembangunan
negara yang berakar dari kegiatan ekonomi mikro yang berasal dari kegiatan
masyarakat untuk melakukan usaha dan terlepas dari kemiskinan.[6]
Daftar Pustaka
N,
Balaam
David and Dillman B. 2011. Introduction
to International Political Economy 5th
Edition. Pearson
[1] Balaam David N and
Dillman B. Introduction to International
Political Economy 5th
Edition (Pearson, 2011), hlm 266.
Comments
Post a Comment