Reformasi Ekonomi Cina tahun 1979
Keberhasilan ekonomi pembangunan Cina sebagai salah satu ekonomi terbesar yang menjadi ekonomi global dan maju kedua setelah Amerika Serikat tidak terlepas dari sejarah. Dari sisi historis, kemajuan ekonomi yang begitu pesat bagi Cina berawal dari sebuah reformasi. Awal permulaan pada tahun 1979, Cina dipimpin oleh Mao Zedong yang begitu sosialis baik dari segi politik dan ekonomi terutama kebijakan pembangunan ekonomi di Cina secara langsung baik input dan output dalam pengaturan tujuan produksi, pengendalian harga, dan alokasi sumber daya secara ekonomi diatur langsung dan penuh oleh pemerintah pusat.
Pada masa Pemerintahaan Mao
Zedong dengan kebijakannya yang begitu sosialis membuat ekonomi Cina menjadi tidak
efisien dan mandek karena berbagai bidang ekonomi dikendalikan secara langsung
oleh pemerintah terutama dalam hal sektor firma, tenaga kerja, dan pertanian serta
dipengaruhi oleh Blok Komunis yaitu Uni Soviet membuat kebijakan Mao Zedong terhadap
perdagangan dan arus investasi modal terdistorsi. Hingga pada tahun 1978,
setelah kematian Mao Zedong, terjadi perebutan kekuasaan dan membuat pemerintahan
baru di Cina yang dipimpin oleh Deng Xiaoping dengan membuat suatu gebrakan
secara besar-besaran yaitu reformasi ekonomi Cina.[1]
Kebijakan pemerintahan dari
Deng Xiaoping sangat kontra dibandingkan dengan kebijakan dari kepemimpinan
sebelumnya. Melalui reformasi ekonomi Cina yang diterapkan yaitu menstimulus
pertumbuhan ekonomi berupa pemberian insentif material dan hak kepemilikan
pribadi. Disamping itu, terdapat kebijakan “Empat Modernisasi” berupa
pertanian, industri, teknologi, dan pertahanan.
Dan mendorong warga Cina untuk menanam tanaman pangan di ladang sendiri,
membuka usaha, dan menjual yang tidak mereka butuhkan untuk mendapatkan laba
serta petani diizinkan untuk menyewakan tanahnya.[2]
Dari segi Foreign Direct Investment, pemerintah
sengaja memnurunkan tingkat suku bunga
dan nilai mata uangnya agar investor asing dapat masuk dan menanamkan sahamnya
melalui arus kapital modal yang dimiliki untuk pendapatan domestik dan
membangun zona – zona ekonomi khusus yaitu usaha – usaha asing yang dibiayai
oleh investor asing agar dapat dibangun. Dari segi pendidikan, Deng Xiaoping
membuat kebijakan dengan mengirimkan mahasiswa ke luar negeri untuk belajar
ilmu dan teknologi, serta sengaja membiarkan kesenjangan ekonomi kekayaan
antara kaya dan miskin (winner dan losser) muncul sebagai salah satu bentuk
stimulus bagi individu untuk berinisiatif dalam berwirausaha.[3]
Kebijakan reformasi ekonomi
oleh Deng Xiaoping lainnya yaitu dengan masuknya Cina ke World Trade Organization (WTO), membuat Cina menjadi negara “terbuka”
secara ekonomi terhadap aturan – aturan perdagangan global. masuknya Cina di
WTO menuntut Cina untuk melakukan pengurangan tariff, hilangnya berbagai hambatan perdagangan baik ekspor dan
impor serta dituntut untuk membuka sektor – sektor perekonomian yang dulu
tertutup untuk “terbuka” bagi investor asing (privatisasi).[4]
Walaupun kebijakan reformasi
ekonomi yang diterapkan begitu liberal masih baru dan sangat kontra
dibandingkan dengan kebijakan oleh Mao Zedong sebelumnya, bukan berarti tidak
membiarkan demokrasi liberal leluasa masuk di Cina. Melihat dari kaca mata
kebijakan perestroika (modernisasi
dan restrukturisasi ekonomi), dan glasnott
(keterbukaan) yang diprakarsai oleh Mikhail Gorbachev telah menyebabkan
hancurnya Uni Soviet dan berakhinya paham komunisme. Salah satu tindakan yang
dilakukan agar stabilitas politik di Cina tetap stabil terjaga dan tidak
menganggu perekonomian dengan kebijakan barunya yang berupa reformasi ekonomi
Cina, Deng Xiaoping melakukan rezim secara brutal untuk menumpas gerakan
demokrasi pada tahun 1978 dan 1979 dengan poster-poster di “Tembok Demokrasi”
di Beijing untuk memprotes korupsi dan tidak adanya demokrasi.[5]
Data International Monetary Fund (IMF) yang berupa World Economic Outlook Database pada bulan Oktober 2013, pada tahun
1953 hingga 1978, pertumbuhan ekonomi dilihat dari Gross Domestic Product (GDP) berestimasi sekitar 6,7%, Semenjak
tahun 1979, pertumbuhan ekonomi rata - rata tumbuh 10% dan ketika pada tahun
2008 pertumbuhan ekonomi global yang mengalami perlambatan, dari segi sektor
ekspor, Cina mengalami penurunan yang begitu tajam secara GDP tahun 2007
berkisar 14,2% anjlok menjadi 9,6% tahun 2008 hingga tahun 2009 turun tipis
9,2% yang selisih 0,4%. [6]
Menghadapi gejolak ekonomi
global yang tidak menentu, pemerintah Cina melakukan stimulus ekonomi secara
luas dan menaikan kebijakan moneter untuk konsumsi dan investasi domestik serta
tindakan preventif terhadap pertumbuhan ekonomi Cina agar tidak turun begitu
tajam dilihat dari parameter GDP dan data pendapatan per kapita dari tahun 2009 hingga
2011 pendapatan GDP Cina memiliki rata-rata 9,6% mengalami penurun sedikit
sekitar 7.7% pada tahun 2012 dan 2013 bahkan lembaga IMF memprediksikan GDP
Cina tumbuh rata-rata sekitar 7.0% dari 2014 hingga 2018.[7]
Grafik
Pertumbuhan GDP China tahun 1979-2013[8]
Pemerintah Cina juga memiliki sebuah
kebijakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) yaitu 12th Five-year
plans (2011-2015). China's
Five-Year Plans (FYPs) telah dijadikan sebagai isu kebijakan sejak tahun 1953. FYP ini merupakan salah
satu bentuk motor kendali tujuan ekonomi dan sosial lintas luar border. The 12th FYP (2011-2015)
memiliki tiga tema yang berfokus pada restrukturisasi ekonomi, mempromosikan
kesejahteraan sosial yang lebih baik dan perlindungan lingkungan. Disamping itu, kebijakan industrialisasi di
Cina yang tidak hanya diutamakan pada restrukturisasi ekonomi, tetapi juga memiliki seven strategic emerging industries sebagai tulang punggung ekonomi
Cina di masa depan dan bentuk visi dari skala global yaitu biotechnology, new energy, high-end equipment, energy conversation and
environmental protection, clean-energy vehicles, new materials, next generation information technology.[9]
Daftar Pustaka
Charles, Chartier. 1998. China : Economic Reforms and
WTO Accession. Thunderbird International
Business Review, Vol 40, No 3, pp 257-277.
Fu, Xiaolan. 2004. Exports,
Foreign Direct Investmen and Economic Development in China. New York :
Palgrave Macmillan
Garnaut, Ross and Ligang Song. 2006. The Turning Point in china's Economic
Development. Australia : The Australian National University E Press
Gunagle,
Mc and Doreen M. 2006. Case Study : Impact of Economic Reforms in China. The Business Review, No. 6, Vol. 1, pp 1-7
J. Ravenhill.
2011. Global Political Economy 3rd Edition. Oxford
Laurenceson,
James and Joseph C.H. Chai. 2003. Financial
Reform and Economic Development in China. Northampion : Edwar Elgar
Publishing Inc.
Mancbach,
Richard W and Kirsten L. Rafferty. 2008. Introduction to Global Politics. New
York : Routledge
Morrison,
Wayne M. 2014. China's Economic Rise : History, Trends, Challenges, and
Implications for the United States. Congressional
Research Service, pp 1-42
N,
Balaam
David and Dillman B. 2011. Introduction
to International Political Economy 5th
Edition. Pearson
Weiss,
Jessica Chen. 2003. The Need for Liberalization in China : Electoral Reform and
The People's Congress System. Stanford
Journal of East Asian Affairs, Vol. 3, No. 1, pp 39-44
Yao,
Shujie. 1999. Economic Growth, Income Inequality and Poverty in China Under
Economic Reforms. The Journal of
Development Studies, No. 35, Vol. 6, pp 104-130
Yao,
Yang and Linda Yueh. Series Economic
Development and Growth Volume 1 : Globalisation and Economic Growth in China.
Singapore : World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
[1] Wayne
M. Morrison, 2014. China's Economic Rise : History,
Trends, Challenges, and Implications for the United States. Congressional Research Service, hal 2-3.
[3] Richard W Mancbach, and Kirsten L. Rafferty. Introduction to Global Politics (New
York : Routledge, 2008), hlm
706.
Comments
Post a Comment